عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Dari Abu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, upah pelacur, dan upah dukun. (HR. Bukhari, no. 2237 dan Muslim, no. 4092)
عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ قَالَ سَأَلْتُ جَابِرًا عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ قَالَ زَجَرَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ ذَلِكَ
Dari Abuz Zubair, dia berkata, “Aku bertanya kepada Jabir mengenai hasil penjualan anjing dan kucing. Jabir menjawab, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras hal tersebut.`” (HR. Muslim, no. 4098)
Hadis ini adalah dalil tegas yang menunjukkan tentang diharamkannya jual beli anjing, baik anjing tersebut adalah anjing yang telah terlatih untuk berburu binatang ataupun tidak, baik anjing tersebut adalah anjing yang boleh dipelihara atau pun anjing yang terlarang untuk dipelihara.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ إِلاَّ كَلْبَ صَيْدٍ. قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ هَذَا مُنْكَرٌ
Dari Jabir bin Abdillah, bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing dan kucing, kecuali anjing pemburu. (HR. An-Nasai, no. 4685; dikomentari oleh An-Nasai, “Ini adalah hadis munkar [baca: lemah].”)
Mengingat hadis ini adalah hadis yang lemah maka hadis ini tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk memperbolehkah jual beli anjing yang boleh dipelihara. Sehingga, yang benar, semua bentuk jual beli anjing itu hukumnya haram, sebagaimana pendapat mayoritas ulama.
Jika ada orang yang membutuhkan anjing untuk dijadikan hewan pemburu, penjaga tanaman, atau hewan ternak, namun tidak ada yang mau memberi dengan cuma-cuma–yang ada hanyalah orang yang mau menjual anjingnya–maka bolehkah orang yang memiliki kebutuhan tersebut membeli anjing yang dibutuhkannya?
Jawabannya, “Boleh membeli anjing yang dibutuhkan, namun haram bagi penjual anjing untuk mengambil uang hasil penjualannya. Karenanya, akad jual beli yang terjadi adalah boleh untuk satu pihak, tetapi haram untuk pihak yang lain.” (Tamamul Minnah fi Fiqh Al-Kitab wa Shahih As-Sunnah, jilid 3, hlm. 300)
Jika ada orang yang melakukan tindakan usil alias jahil, yaitu meracuni anjing milik tetangganya, maka apakah–secara agama–dia memiliki kewajiban untuk memberikan uang ganti rugi?
Jawabannya, “Menimbang hadis yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan uang hasil penjualan anjing maka bisa kita simpulkan bahwa kita tidak boleh menerima uang kompensasi, terkait dengan anjing, baik karena jual beli anjing, pembunuhan anjing, atau selainnya.”
An-Nawawi, yang merupakan salah satu ulama Mazhab Syafi’i, mengatakan, “Dengan menimbang: adanya larangan untuk menerima uang hasil penjualan anjing, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai penjualan anjing adalah sejelek-jelek sumber pendapatan, serta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai hal tersebut sebagai sumber penghasilan yang jelek, maka itu semua merupakan dalil tentang diharamkannya jual beli anjing. Transaksi jual beli anjing adalah transaksi yang tidak sah, sehingga uang yang didapatkan bukanlah uang yang halal. Tidak ada kewajiban ganti rugi atas orang yang membunuh anjing, baik anjing yang dibunuh adalah anjing yang terlatih untuk berburu ataupun tidak, baik anjing tersebut adalah anjing yang boleh dipelihara ataupun tidak. Inilah pendapat mayoritas ulama.” (Syarah An-Nawawi untuk Shahih Muslim, 10:232)
Artikel www.PengusahaMuslim.com